Rabu, 15 April 2015

Berandai andai

Dear Diary,

Tidur bersandar di tembok, dengan guling kesayangan tanpa boneka. Ya karena aku tidak mempunyai boneka yang bisa aku peluk.

Entah, tiba - tiba fikiranku tertuju akan suatu hal. Mungkin aku bermimpi dan sedang berandai - andai sekarang. Kamu tahu apa yang aku fikirkan? Baby.
Ya, seorang bayi. Aku sedang berandai - andai dan menyusun impian2ku untuk masa depan. Gimana ya rasanya berkeluarga, mempunyai anak dengan keharusan mengandung 9 bulan kemudian merawat hingga dewasa.
Aaaa rasanya, aku ingin cepat2 menyelesaikan sekolahku, kemudian berumah tangga. Setiap orang pasti ingin mempunyai keturunan. Itu hal yang paling berharga dalam sebuah keluarga.

Sayang? Setelah apa yang kamu katakan kemarin, aku berfikir untuk benar2 berubah menjadi wanita yang lebih sabar, lebih halus, dan lebih lainnya dalam hal yang positif. Karena memang, aku adalah calon ibu untuk anak2 kita nanti.

Terlalu cepatkan aku menulis hal sedemikian? May be yes.
Aku sangat mengharapkan, semoga kamu menjadi imam yang terbaik untuk keluarga kita nanti. Hubungan kita masih terlalu panjang dan masih banyak rintangan yang harus kita hadapi. Setiap hari aku menjaga rasa kekhawatiranku supaya tidak terlalu berlebih. Melihat kondisi kamu yang seperti itu, aku menutup mata karena memang aku tidak berhasil. Tidak berhasil memberimu nasehat dan masukan untuk merawat dirimu sendiri. Aku gagal, karena memang nasehatku gak pernah kamu lakuin.

Sayang? Aku takut kamu kenapa2. Aku ingin kamu benar2 menjadi imam dalam keluargaku nanti. Aku ingin kamu menjadi seorang ayah yang terbaik untuk anak2 kita, mnjdi suami yang terbaik untuk bunda. Aku ingin semua mimpiku terwujud rapi. Kita membangun keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, kepercayaan, kebersamaan, dan hal lainnya yang penuh kehagiaan.

Bunda ingin itu semua terwujud sayang.

Love,
Marwanafis